Siang itu, tepatnya hari Kamis, tanggal 26 Juli 2018. Saya berkesempatan mendatangi Forum Diskusi Philips Indonesia di Cocowok Plaza Kuningan Jakarta Selatan.
Dalam rangka Hari Hepatitis Sedunia yang jatuh pada tanggal 26 Juli 2018, Royal Philips (NYSE: PHG, AEX: PHIA), perusahaan yang berfokus pada kesehatan dan kesejahteraan hidup orang banyak menyelenggarakan forum diskusi dengan tema “Peranan Uji Diagnostik dalam Memerangi Hepatitis”.
Forum diskusi membahas mengenai pencegahan dan penanganan hepatitis, serta bagaimana teknologi dapat berperan dalam memerangi hepatitis.
Dalam kesempatan ini hadir sebagai narasumber yaitu : dr. Irsan Hasan, SpPD-KGEH, Ketua PB Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia , dr. Wiendra Waworuntu, M.Kes, yang merupakan Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung – Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Bapak Suryo Suwignjo selaku Presiden Direktur Philips Indonesia.
Hari Hepatitis Sedunia yang jatuh pada tanggal 28 Juli menjadi momen yang tepat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia mengenai penyakit Hepatitis. Apalagi, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menargetkan Indonesia bebas Hepatitis pada tahun 2020. Philips Indonesia berkomitmen untuk membantu menciptakan Indonesia yang lebih sehat dengan melakukan edukasi untuk menekankan pentingnya pencegahan penyakit, menular maupun tidak menular.
PresidenDirektur Philips Indonesia, Suryo Suwignjo, mengungkapkan bahwa salah satu upaya edukasi untuk meningkatkan kesadaran hidup sehat dan deteksi dini adalah dengan mengadakan forum diskusi yang menampilkan berbagai pemangku kepentingan seperti Kementerian Kesehatan dan tenaga ahli profesional. Dalam menyambut Hari Hepatitis Sedunia ini, Philips Indonesia ingin meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mau melakukan deteksi dini dengan cara dan alat apa saja, sesuai kemampuan dan kebutuhan mereka.
Menurut Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung, dr.Wiendra Waworuntu, M.Kes, Hepatitis B memiliki jumlah penderita terbanyak, yaitu sebesar 7,1%, sementara Hepatitis C memiliki jumlah penderita sebesar 1% dari 250 juta penduduk Indonesia dan cenderung terjadi pada para drug user. Ia juga mengakui tidak ada data pasti mengenai jumlah penderita Hepatitis. Namun jika memperkirakan dari 1% jumlah penderita Hepatitis C saja, maka ada sekitar 2,5 juta orang penderita. Dari jumlah tersebut, diperkirakan hanya 3000 orang yang menyadari dan berusaha mendapatkan pengobatan.
Indonesia memiliki beban yang tinggi terhadap penyakit Hepatitis, karena itu program awareness terhadap Hepatitis sedang gencar dikampanyekan. Program yang dapat dilakukan dibagi menjadi dua, promotif (contoh: sosialisiasi hepatitis) dan preventif (screening gratis).
Tahun ini, Kementerian Kesehatan akan menarik 5 juta ibu hamil untuk screening Hepatitis demi mencegah penularan Hepatitis dari ibu ke bayi.
Berdasarkan penelitian Komunitas Peduli Hepatitis pada 2016, 50% penderita Hepatitis mengalami diskriminasi di tempat kerja. Beberapa orang tidak melanjutkan pengobatan hepatitis dikarenakan mereka tidak ingin orang lain mengetahui penyakit mereka. 1 dari 3 orang merahasiakan penyakit Hepatitis dari keluarga, bahkan mereka juga merahasiakannya dari pasangan mereka sendiri.
Menurut Ketua PB Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia, dr. Irsan Hasan, SpPD-KGEH, pengobatan Hepatitis telah mengalami kemajuan dalam 15 tahun, karena telah ada berbagai metode pengobatan seperti operasi. Namun, tidak terdapat peningkatan signifikan ke lintasan satu tahun setelah 15 tahun berlalu.
Saat ini, kalangan professional di bidang liver/peneliti hati mewaspadai penyakit perlemakan hati yang dapat memicu hepatitis. Ini efek dari pola konsumsi makanan masyarakat yang tinggi lemak dan kolesterol sehingga cenderung menimbulkan obesitas.
Perlemakan hati ini dianggap berbahaya karena selain penderita cenderung tidak merasakan gejala seperti penyakit Hepatitis lainnya, perlemakan hati juga tidak dapat terdeteksi dari tes darah. Perlemakan hati, yang dapat disebabkan oleh konsumsi alcohol berlebih, pola makan rendah protein dan kegemukan, hanya bisa dideteksi menggunakan USG atau CT scan hati. Untuk itu, dr. Irsan menyarankan kepada kelompok berisiko ini untuk mendapatkan USG abdomen sebagai upaya deteksi dini.
Suryo Suwignjo juga menghimbau masyarakat untuk mulai proaktif mendapatkan deteksi dini untuk mencegah penyakit Hepatitis, dan selalu menjaga pola hidup sehat.